Kata Sambutan

Written by Super User on . Posted in Uncategorised

{simplepopup }

Hi, welcome to my site!

Please note I now support cookies!

{/simplepopup}

Kartini, Literasi Kritis, dan Digitalisasi

Written by Super User on . Posted in Uncategorised

 

Dahulu, wanita-wanita di Indonesia belum memperoleh kebebasan dalam berbagai aspek kehidupan, sehingga Kartini (1879-1904) yang anak seorang Bupati hanya sempat menempuh E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Ia bertekad memajukan wanita Indonesia melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak perempuan di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya secara gratis.

Kartini bercita-cita mengikuti Sekolah Guru di Belanda agar dirinya dapat menjadi seorang pendidik yang baik. Walaupun telah mendapat beasiswa dari Pemerintah Belanda, keinginannya kandas  karena dinikahkan dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang. Hal ini tidak menyurutkan semangatnya, ia dengan teman-temannya mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.

Literasi seorang Kartini sangat prima. Kepada para sahabatnya di Belanda, ia menulis surat dan mencurahkan keinginannya untuk memajukan wanita agar  memperoleh persamaan hak perempuan dan laki-laki.Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia di kemudian hari.

Rupanya literasi perempuan makin meningkat. Secara akademik anak perempuan di sekolah banyak menempati sepuluh besar. Apakah hal ini berarti cahaya terang telah dialami banyak perempuan? Apakah kegelapan telah sirna dengan terbitnya cahaya terang? Dilihat secara umum tentu saja hal ini telah tercapai. Tetapi bila diurai dalam pemaknaan literasi kritis tentu hal ini tidak sesederhana yang ditafsirkan.

Literasi biasa dimaknai sebagai penguasaan kemampuan membaca dan menulis bahan tercetak disertai dengan kemampuan berkomunikasi dalam teks lisan dan tulis. Namun seiring dengan makin pesatnya kemajuan perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi, pengertian literasi berkembang pula dalam konteks yang sangat majemuk. Literasi sekarang bermakna penguasaan menggunakan berbagai bentuk semiotik dalam berbagai mode visual, aural dan digital. Penguasaan teks visual, aural dan digital sudah menjadi keharusan dalam pendidikan keaksaraan saat ini. Demikian pula literasi kritis merupakan sebuah keniscayaan untuk dikuasai oleh perempuan dan juga laki-laki.

Lalu apa yang dimaksud literasi kritis? Literasi kritis memandang teks dan kode-kode serta wacana yang terkandung di dalamnya sebagai teknologi manusia untuk merepresentasikan dan membentuk dunia. Teks diipahami sebagai bentukan manusia dan peninggalan bidang sosial. Sejalan dengan hal ini, pendekatan kritis mulai terjadi dengan cara memisahkan teks, penulis dan pembaca secara kultur dan historis. Teks kemudian beroperasi dalam konteks sosial, kultural dan politik yang dapat diidentifikasi. Hal ini bertujuan untuk membuat pembaca agar mampu mengkritisi dan membuat teks sesuai dengan ketertarikan kultural dan masyarakatnya. Hal ini juga melibatkan sebuah pemahaman akan bagaimana teks dan wacana dapat dikonstruksi, didekonstruksi dan direkonstruksi untuk memrepresentasikan, menguji, dan mengubah hubungan material, sosial dan semiotik.

Bentuk-bentuk literasi kritis telah mengikuti berbagai landasan teori perkembangan (feminisme, teori ras kritis, studi kultur postmodern, poskolonial, linguistik kritis). Perkembangan ini merupakan sebuah respon terhadap berbagai pergeseran sosial yang terjadi di masyarakat. Akan tetapi, satu hal yang perlu dicatat adalah fokus yang telah berubah di mana analisis kritis kini tidak hanya dilakukan terhadap teks dan genre tradisional tetapi juga terhadap teks media, budaya populer, pekerjaan dan konsumsi sehari-hari.

Kemampuan literasi kini sedang berada dalam periode transisi, dengan munculnya teknologi, berbagai mode informasi dan media yang memberikan tantangan besar terhadap tradisi lisan dan cetak di sekolah dan kehidupan sehari-hari. Yang terjadi adalah pengusaan pluralisasi literasi atau  multiple literasi.

Dalam transisi ini, literasi kritis merupakan tingkat terdalam dari keaksaraan. Hal ini merupakan sebuah proses dimana analisis dan interaksi dengan teks terjadi ketika seseorang menantang keberadaan teks tersebut dengan cara mempertanyakan tujuan, suara, dan biasnya. Dengan demikian literasi kritis dapat dimaknai sebagai proses berpikir untuk melakukan refleksi dan kontradiksi dari informasi-informasi yang diperoleh seseorang. Pengetahuan yang diperoleh dari teks dapat mencerahkan dan bermanfaat, tapi dapat juga menyesatkan, tidak dapat diandalkan dan terkadang merusak terutama bagi pembaca pasif. Semua penulis menulis dengan tujuan tertentu – menghibur, mengajak, menginformasikan, mengomentari, dan lain sebagainya. Dengan demikian, seseorang memiliki kemampuan untuk memanipulasi informasi sesuai dengan pandangannya sendiri. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi semua orang untuk menjadi aksarawan kritis agar dapat memahami tujuan informasi yang diterima dan mempertanyakan isinya untuk melihat keberpihakan yang ada di dalamnya.

Dalam era digital yang penulis istilahkan sebagai ‘digitalisasi’, keterbukaan berkomunikasi dengan menggunakan mode visual, aural dan digital untuk memaknai dan menanggapi masalah sosial, politik, ekonomi dan budaya merupakan hal yang harus disikapi dengan cerdas. Perkembangan media elektronik dan media sosial akhir-akhir ini sangat maju di Indonesia dan cenderung mengalahkan moda informasi lainnya.

Untuk media, dalam kurun waktu 2003 – 2012, data BPS menunjukan bahwa penonton televisi terus meningkat hingga 91,68 persen, sebaliknya pendengar radio terus menurun sampai 18,57 persen dan pembaca surat kabar tinggal 17,66 persen.

Televisi dengan berbagai saluran yang beragam semua mencoba menarik perhatian pemirsa agar tetap menonton tayangannya. Demikian juga radio. TV dan radio tidak jarang memanfaatkan psikologi sosial untuk membentuk opini publik dengan tayang yang terstruktur atau lebih berantakan lagi bila opini publik terbentuk secara liar tanpa struktur ke arah yang menimbulkan ketakutan. Berita pembunuhan, pelecehan, penyimpangan, pengadilan, ditayangkan secara terbuka setiap saat sehingga masyarakat kelebihan beban informasi tanpa sempat mencerna secara jernih. Berita TV, radio dan koran menjadi komoditas dengan judul-judul yang cenderung ‘vulgar’ untuk meningkatkan rating atau penjualan. Hampir sulit membedakan ‘horor’ yang menyeruak dalam tayangan berita atau sinetron yang menampilkan pelaku dan korban kekerasan. Hampir tidak ada siaran yang dapat menyatukan sebuah keluarga untuk menonton dalam kebersamaan karena jam tayang yang sesuai untuk minat anak dan orang tua juga terpisah. Walau demikian semua anggota keluarga terpapar dengan gencarnya informasi serupa dalam saluran dan detik-detik berbeda. Secara instan semua terpapar dan berpartisipasi untuk mengkonsumsi  berita ekonomi, politik, hukum, kriminal, pendidikan, olah raga, selebritas, dan tayangan komersial. Demikian juga paparan tentang berita-berita perkosaan, pornografi, penyimpangan seksual dan penipuan yang dipicu oleh penggunaan internet, jejaring sosial (facebook), dan pesan selular melalui SMS atau MMS.

Keikutsertaan individu atau pun komunitas dalam media sosial sangat menakjubkan.  Penduduk Indonesia juga cukup aktif menggunakan facebook, twitter, instagram dan pinterest dan sejenisnya. Indonesia menempati urutan keempat dunia sebagai pengguna facebook setelah US, Brasil dan India. Sebanyak lebih dari 51 juta orang Indonesia menggunakan Facebook.  Dalam 10 teratas komunitas twitter dunia, ranking pertama, kelima, ke delapan dan kesembilan adalah komunitas Indonesia yaitu ramalan Indonesia, nasehat super, pepatah dan kata-kata bijak (lihat socialbaker.com). Statistik menunjukkan @TweetRAMALAN diikuti oleh 8.314.077 orang dengan 57.144 kicauan selama 3,3 tahun. Padahal urutan kedua (Uberfacts) dan keempat (Itunes Music) telah berkicau lebih lama yatu lebih dari 4,5 tahun.  Apakah keempat komunitas twiter yang jumlah pengikutnya begitu besar merupakan jawaban dari ‘habis gelap terbitlah terang’? Ramalan, nasehat super, pepatah dan kata-kata bijak seolah menjawab kebutuhan banyak pihak untuk berperan serta.

Lalu apa hubungannya dengan Kartini dan literasi kritis? Penulis ingin membangkitkan perempuan dan literasi kritis untuk berperan serta dalam menyikapi secara cerdas era digital ini. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Dana Boyd (the Guardian, 2012) “ Media sosial telah tak terelakkan mengubah dunia, memimpin keterbukaan dan rasa takut - tetapi tidak di luar kendali kita”. Oleh karena itu, agar era digital dapat menyejahterakan masyarakat sangat bergantung pada kita sebagai penggunanya.

Transparansi radikal secara sadar dan tidak dapat membuat seseorang atau kelompok terpinggirkan, atau meminggirkan diri dengan alasan lebih baik tertutup daripada terkena dahsyatnya hasrat komoditi informasi. Hal ini karena kekuatan sosial tidak linear sehingga  tidak sebanding dengan keinginan universal yaitu meningkatkan kemajuan teknologi dan informasi untuk pencerahan dan kesejahteraan masyarakat.  

Apakah dengan banjir informasi orang-orang menjadi lebih toleran dan berpikir jernih? Apakah orang benar-benar mencermati dan memahami masalah, keragaman dan berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan? Banjir informasi dapat menimbulkan ketakutan terutama bila ada yang memanfaatkan kesempatan tertentu dengan melakukan "cyberbullying".

Diskusi cemas para orang tua tentang bullying, penyimpangan seksual, dan jenis-jenis masalah keselamatan anak banyak terjadi di komunitas sosial seperti facebook, BBM group, atau media sosial lainnya. Ketakutan akan kanker, ketakutan wanita hamil terhadap preclamsia atau bayi lahir autis, keracunan merkuri, dan vaksin. Setiap komunitas tampaknya memiliki sesuatu yang mereka takut dan ketakutan bisa diperburuk secara online. Konsumerisme juga merebak secara luas atas kemajuan jejaring sosial ini. Dari retail online sampai dengan bursa emas online. Hal ini terjadi karena pesan-pesan informasi diperoleh melalui tombol elektronik dari teman dan kerabat yang mereka kenal dan percaya walau informasinya belum tentu profesional.

Namun, apa yang terjadi ketika mereka terkena kekejaman, ketakutan, dan kecemasan?  Siapa yang bertanggung jawab untuk mengekang rasa takut? Apakah ini masalah personal dan tanggung jawab individual? Atau Masalah sosial sehingga siapa pun harus bertanggungjawab?

Media sosial sudah ada dan tidak perlu dihindari. Kita tidak perlu merayakan keberhasilannya atau meratapi dampak negatif yang ditimbulkan. Bila kaum Ibu dan perempuan terlibat secara produktif dalam memelihara ekosistem, budaya santun, mencegah perilaku konsumtif, meningkatkan iman dan takwa serta sadar hukum,  ini akan mereduksi akibat negatif. Kemudian sudah saat secara terencana dan terpola, penguasa informasi dan jejaringnya perlu lebih mengharmonikan nilai-nilai infrastruktur teknologi dengan mengubah ekosistem informasi yang lebih berkeadaban dan berbudaya. Sudah saatnya kita meneliti nilai-nilai yang disebarkan melalui teknologi informasi, untuk berpikir kritis tentang informasi yang disampaikan. Kita semua perlu berperan dan bertanggung jawab untuk membanguan bangsa ini ke arah yang lebih mencerahkan, dan terang benderang tanpa kegelapan.

sumber (www.kemdikbud.go.id)

Pembelajaran Aktif, Kreatif,Efektif dan Menyenangkan

Written by Super User on . Posted in Uncategorised

 


Partogi Siagian, M.PdLeave a comment

Dalam buku “Genius Learning Strategy” Andi Wira Gunawan menegaskan bahwa sesungguhnya tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan, suasana belajar yang membosankan. Hal ini terjadi karena proses belajar berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah, siswa terkesan pasif menerima materi pelajaran.

Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa untuk mengalami sendiri, untuk berlatih, untuk berkegiatan sehingga baik dengan daya pikir, emosional dan keterampilannya mereka belajar dan berlatih. Pendidik adalah fasilitator, perancang suasana kelas demokratis, kedudukan pendidik adalah pembimbing dan pemberi arah, peserta didik merupakan obyek sekaligus subyek dan mereka bersama-sama saling mengisi kegiatan, belajar aktif dan kreatif. Disini dibutuhkan partisipasi aktif di kelas, bekerja keras dan mampu menghargainya, suasana demokratis, saling menghargai dengan kedudukan yang sama antar teman, serta kemandirian akademis.

Dr. Vernon A. Magnesen (1983) menegaskan bahwa persentase keberhasilan kita menyerap informasi dan menyimpannya dalam memori ketika belajar adalah :

- 10 % dari apa yang kita baca

- 20 % dari apa yang kita dengar

- 30 % dari apa yang kita lihat

- 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar

- 70 % dari apa yang kita katakan

- 90 % dari apa yang kita katakan dan kerjakan.

Oleh sebab itu guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar baik secara mental, fisik maupun sosial.

PAKEM

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.

* Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar merupakan proses aktif dari si pembelajar (siswa) dalam membangun pengetahuannya. Siswa bukanlah gelas kosong yang pasif yang hanya menerima kucuran ceramah sang guru tentang pengetahuan/informasi.
* Kreatif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus mampu menciptakan kegiatan belajar yang beragam serta mampu membuat alat bantu/media belajar sederhana yang dapat memudahkan pemahaman siswa. Kegiatan pembelajaran tidak musti dilakukan di dalam kelas secara klasikal, namun proses pembelajaran juga dapat dilakukan di luar kelas, belajar berkelompok, belajar secara kontekstual, bermain peran, dsb. Disamping itu siswa aktif pula bertanya, berdiskusi, mengemukan pendapat, merancang , membuat sesuatu, melalukan demonstrasi, membuat laporan, membuat refleksi, mempresentasikan pengetahuannya.
* Efektif dimaksudkan selama proses pembelajaran berlangsung, terwujudnya ketercapaian tujuan pembelajaran. Siswa menguasai kompetensi dan ketrampilan yang ditargetkan kurikulum.
* Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan dan nyaman. Siswa selaku subjek belajar tidak takut dimarahi jika ia salah, tidak takut ditertawakan jika ia keliru, tidak dianggap sepele, berani mencoba karena tidak takut salah.

Yang Perlu diperhatikan dalam melaksanan PAKEM:

* Memahami sifat yang dimiliki anak

Pada dasarnya anak memiliki sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi. Kedua sifat ini merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Untuk itu kegiatan pembelajaran harus dirancang menjadi lahan yang subur bagi berkembangnya kedua sifat tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji siswa karena hasil karyanya, guru tidak menyepelekan dan mempermalukannya di depan siswa, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, guru mendorong dan memotivasi anak untuk melakukan percobaan, dsb merupakan pembelajaran yang subur dan tepat.

* Mengenal anak secara perorangan

Siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan kemampuan berbeda. Perbedaan individual harus diperhatikan dan harus tercermin dalam KBM. Semua anak dalam kelas tidak harus selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya).

* Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar

Siswa sejak masa kecilnya secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dengan berkelompok, akan memudahkan mereka berinteraksi dan bertukar pikiran.

* Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah

Pada dasarnya hidup adalah memecahkan masalah, untuk itu diperlukan kemamapuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah, dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya sudah ada sejak anak terlahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya.

* Mengembangkan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

Ruangan kelas yang menarik sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan di ruangan kelas, karena dapat memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik lagi dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Selain itu, hasil karya dapat menjadi rujukan ketika membahas suatu masalah serta sumber informasi.

* Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

Lingkungan (fisik, sosial, budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, serta objek belajar siswa.

* Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar

Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan/kelebihan dari pada kelemahan siswa serta santun penyampaiannya tidak menimbulkan antipati. Guru harus konsisten memeriksa hasil kerja siswa dan memberi komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi perkembangan diri siswa daripada sekedar angka.

* Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental

Dalam pembelajaran PAKEM, aktif mental lebih diinginkan dari pada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, mengemukakan gagasan, merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut, takut salah, takut ditertawakan, takut disepelekan, takut dimarahi jika salah. Guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datangnya dari guru itu sendiri maupun dari temannya.

Ciri Yang Menonjol pada PAKEM

Pertama, adanya sumber belajar yang beraneka ragam, dan tidak lagi mengandalkan buku sebagai satu-satunya sumber belajar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih memperkaya pengalaman belajar peserta didik. Bukan semata-mata untuk menafikan sama sekali buku pelajaran sebagai salah satu sumber belajar peserta didik.

Kedua, sumber belajar yang beraneka ragam tersebut kemudian didesain skenario pembelajarannya dengan berbagai kegiatan.

Ketiga, hasil kegiatan belajar mengajar kemudian dipajang di tembok kelas, papan tulis, dan bahkan ditambah dengan tali rapiah di sana-sini. Pajangan tersebut merupakan hasil diskusi atau hasil karya siswa.pajangan hasil karya siswa menjadi satu ciri fisikal yang dapat kita amati dalam proses pembelajaran.

Keempat, kegiatan belajar mengajar bervariasi secara aktif, yang biasanya didominasi oleh kegiatan individual dalam beberapa menit, kegiatan berpasangan, dan kegiatan kelompok kecil antara empat sampai lima orang, untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah disepakati bersama, dan salah seorang di antaranya menyampaikan (presentasi) hasil kegiatan mereka di depan kelas. Hasil kegiatan siswa itulah yang kemudian dipajang.

Kelima, dalam mengerjakan pelbagai tugas tersebut, para siswa, baik secara individual maupun secara kelompok, mencoba mengembangkan semaksimal mungkin kreativitasnya.

Keenam, dalam melaksanakan kegiatannya yang beraneka ragam itu, tampaklah antusiasme dan rasa senang siswa.

Ketujuh, pada akhir proses pembelajaran, semua siswa melakukan kegiatan dengan apa yang disebut sebagai refleksi, yakni menyampaikan (kebanyakan secara tertulis) kesan dan harapan mereka terhadap proses pembelajaran yang baru saja diikutinya.

Menciptakan Suasana Menyenangkan

1. Ciptakanlah lingkungan Relaks, yaitu lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, namun memiliki harapan yang tinggi. Perlu disadari bahwa dalam belajar belum banyak kata “Aku Tahu” tetapi lebih banyak kata “Aku Belum Tahu”, maka wajar jika anak salah.

2. Subjek pelajaran adalah relevan

Anda ingin belajar ketika Anda Melihat Manfaat dan pentingnya subjek pelajaran itu

3. Belajar secara emosional adalah positif

Belajar dapat dilakukan bersama ketika ada humor, dorongan semangat, waktu rehat dan jeda teratur, dan dukungan antusias

4. Tantang Otak Anak

Otak akan suka hal yang bersifat; tidak masuk akal/ekstrem; Seksi; Penuh Warna; Multi Sensori (lebih satu panca indra); Lucu ; Melibatkan Emosi ; Tindakan Aktif; Gambar 3 dimensi atau Hidup; Menggunakan Asosiasi; Imajinasi; Simbol; Melibatkan Irama atau Musik ;Nomor dan urutan

5. Libatkan semua indera, otak kiri & kanan

Otak kiri memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika, dan urutan, yang disebut pembelajar akademis. Otak kanan berurusan dengan irama, rima, musik, gambar, dan imajinasi, yang disebut dengan aktivitas kreatif

6. Konsolidasi bahan yg sudah dipelajari

Tinjau Ulang materi pelajaran dan Hubungkan dengan materi lain dan kehidupan nyata

 

 

Mendidik Anak dengan Keteladanan

Written by Super User on . Posted in Uncategorised

Alkisah pada suatu masa di sebuah desa, hiduplah seorang ruhaniawan yang sangat alim dan rajin membantu serta melayani ummatnya. Bahkan, terdengar khabar bahwa do’a-do’anya yang di bacakan untuk menyembuhkan orang sakit sangat makbul.

Suatu hari, seorang anak di desa tersebut merasa sedih karena sapi satu-satunya miliknya sakit dan tidak bisa mengeluarkan susu seperti biasanya sehingga ia tak bisa menjual susu untuk keperluan dirinya. Masa itu tidak ada dokter hewan untuk mengobati sapinya. Dalam keputus-asaannya ia teringat kepada sang ruhaniawan yang hidup di desanya.

Akhirnya, ditengah malam yang dingin diiringi hujan lebat si anak pergi menemui sang ruhaniawan untuk meminta pertolongan sang ruhaniawan untuk mendo’akan sapinya agar sembuh seperti sediakala sehingga ia dapat menikmati susu segar sapi tersebut serta menjualnya.

Timbul rasa enggan dan meremehkan dalam hati sang ruhaniawan mengingat yang datang hanyalah seorang anak kecil, apalagi yang sakit hanyalah seekor sapi, bukan manusia, lagipula hujanpun turun. Namun, karena desakan  sang anak kecil yang penuh iba, ia pun berangkat.

Sesampainya di kandang sapi, sang ruhaniawan pun berdo’a dengan penuh kekesalan, “Wahai sapi, kalau kau mau sembuh, sembuhlah, jangan menyusahkan orang. Tetapi kalaupun akhirnya kau mati, matilah”.

Setelah itu sang ruhaniawan pun pulang. Beberapa waktu kemudian, kondisi sapipun pulih dan perlahan-lahan sembuh, bahkan dapat mengeluarkan susu sehingga sang anak dapat menikmati susu kembali. Sang anakpun gembira dan semakin kagum kepada sang ruhaniawan.

Selang beberapa bulan kemudian, karena usia sudah tua, sang ruhaniawan pun jatuh sakit. Berita sakitnya sang ruhaniawan terdengar oleh sang anak. Ia ingin sekali membalas budi kepada sang ruhaniawan yang telah sudi berdo’a untuk kesembuhan sapinya. Iapun memutuskan untuk berangkat melawat sang ruhaniawan dan mendo’akan agar sang ruhaniawan sembuh.

Sesampainya di sana, didapai sang ruhaniawan terbaring lemah di tempat tidur. Ia pun minta izin untuk mendo’akan sang ruhaniawan, lalu iapun berdo’a: “ Wahai Bapak, kalau kau mau sembuh, sembuhlah, jangan menyusahkan orang. Tetapi kalaupun akhirnya kau mati, matilah”.

Esensi Pendidikan

Keteladanan merupakan syarat utama dalam suatu proses pendidikan. Tidak ada makna pendidikan jika tidak ada keteladanan. Dalam Pembukaan Diklat Integrasi Imtaq, Prof. Suyanto, Ph.D menyatakan bahwa pendidikan memiliki tiga proses yang saling kait mengait dan saling  pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lain. Pertama, sebagai proses pembentukan kebiasaan (habit formation). Kedua, sebagai proses pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan ketiga adalah sebagai proses keteladanan yang dilakukan oleh para guru (role model).

Di samping itu, tiga syarat penting dalam proses mendidik dan mengajar yang pertama adalah cinta, kedua adalah kepercayaan, dan ketiga adalah kewibawaan. Ketiga syarat ini saling mempengaruhi dan saling kait mengait. Cinta akan menimbulkan kepercayaan.. Seterusnya, kepercayaan akan menghadirkan kewibawaan. Kewibawaan adalah kemampuan untuk dapat mempengaruhi orang lain. Kewibawaan akan lahir jika ada kepercayaan. Kepercayaan akan muncul jika ada keteladanan.

Teorema Tabularasa

Anak-anak bisa diibaratkan sehelai kertas putih yang masih kosong. Lingkunganlah yang memberi warna pada kertas putih tersebut. Mereka memiliki ketergantungan yang tinggi, membutuhkan pertolongan, perlindungan serta rasa aman. Syekh Naraqi, seperti dikutip Baqir Sharif al-Qarashi dalam bukunya Kiat-kiat Menciptakan Generasi UnggulSeni Mendidik Islami (Pustaka Zahra: 2003), berkata, “Anak-anak yang terabaikan pada tahap paling awal perkembangannya kebanyakan akan memilih akhlak yang buruk. Mereka terutama akan lebih berdusta, iri serta keras kepala dan menjadi pencuri, pengkhianat, serta kurang ajar. Dalam kasus lainnya, anak semacam itu lemah, tak bermoral dan suka pamer.”

Sejalan dengan pendapat di atas, Neno Warisman (pengelola Yayasan Buah Hati), mengatakan bahwa dalam membelajarkan sesuatu kepada anak, pada intinya kita harus menyertakan tiga unsur yakni hati, telinga dan mata. Dia mencontohkan, ketika orang tua mengenalkan sopan-santun, maka sebaiknya mereka tak hanya memberikan nasehat atau perintah, tapi juga contoh nyata. Tanpa contoh nyata (keteladanan) perintah ataupun nasehat tidak akan bertahan dalam waktu lama. Apalagi yang ingin ditanamkan pada anak berupa nilai-nilai moral/etika dan nilai keagamaan.

Sejatinya saat berkenaan dengan nilai agama, nilai moral/etika memang tidak cukup jika orang tua/pendidik hanya cuma memberikan petuah dan perintah saja. “Mereka memerlukan dukungan yang lebih penting, yakni keteladanan agar setiap nilai yang hendak disampaikan menjadi lebih bermakna.”

Tak hanya itu, Dr. Seto Mulyadi (Kak Seto) juga menegaskan dari semua hal yang perlu diajarkan kepada anak, unsur keteladanan dari orang tua berada di posisi teratas. “Anak-anak di usia dini akan mudah meniru apa pun yang dilihatnya. Jadi, ketika orang tua menerapkan perilaku terpuji dan bertutur kata yang halus, itu sudah merupakan permulaan pendidikan agama (etika) kepada anak-anak,” kata dia.

Tugas Pendidik

Sejatinya ada dua tugas utama para pendidik yang harus melekat dalam proses pendidikan, yaitu transformasi ilmu dan transformasi nilai. Tidak seimbang jika suatu institusi pendidikan hanya mengisi dimensi intelektualnya semata, namun mengabaikan dimensi emosional dan etika peserta didik. Untuk itu, para pendidik selain cerdas dan trampil dalam mentransfer ilmu pengetahuan sekaligus menjadi sosok “yang digugu dan di tiru”. Seorang pendidik yang tidak memiliki dimensi keteladanan akan menjadi sosok yang tidak mendapat rasa simpatik dari anak didiknya, tetapi bisa menjadi justru sebaliknya mendapat cemooh dari anak didiknya.

Pepatah “Kalau gurunya kencing berdiri maka muridnya kencing berlari” adalah sebuah gambaran bahwa dari diri seorang pendidik sangat diperlukan sebuah transformasi nilai. Alangkah naifnya dan kontradiktifnya jika seorang pendidik melarang anak didiknya berkuku panjang sementara sang pendidik berkuku panjang. Alangkah antagonisnya jika orang tua menyuruh anaknya shalat, sementara orangtuanya tidak shalat.

Dalam pandangan J. Sudarminta, pendidikan nilai-nilai kehidupan sebagai bagian integral kegiatan pendidikan pada umumnya adalah upaya sadar dan terencana membantu anak didik mengenal, menyadari, menghargai, dan menghayati nilai-nilai yang seharusnya dijadikan panduan bagi sikap dan perilaku sebagai manusia dalam hidup perorangan dan bermasyarakat. Pendidikan nilai akan membuat anak didik tumbuh menjadi pribadi yang tahu sopan-santun, memiliki cita rasa seni, sastra, dan keindahan pada umumnya, mampu menghargai diri sendiri dan orang lain, bersikap hormat terhadap keluhuran martabat manusia, memiliki cita rasa moral dan rohani. “Pendidikan nilai-nilai kehidupan tidak dapat berlangsung baik kalau tidak ditunjang keteladanan pendidik dan praksis sosial yang kontinu dan konsisten dari lingkungan sosial,” ujarnya.

Sedangkan Tony Soehartono menyatakan, proses belajar-mengajar harus mencakup tiga ranah pendidikan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, konsep pendidikan di Indonesia cenderung mengarah pada ranah kognitif, sedangkan ranah afektif dan psikomotorik ditempatkan pada peran sekunder. “Pendidik secara terus-menerus harus diberi pemahaman bahwa nilai-nilai kehidupan tidak bisa begitu saja diajarkan, tetapi harus disertai keteladanan oleh pendidik itu sendiri,” katanya.

Semoga Bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

1.  Istadi, Irawati, (2003). Mendidik Dengan Cinta. Jakarta: Pustaka Inti.

2. Marpaung, Parlindungan, (2006). Setengah Isi Setengah Kosong. Jakarta: MQS Publishing.

3. Internet Resource.

PENGUMUMAN UJIAN NASIONAL 2014

Written by Super User on . Posted in Uncategorised

 

                     PENETAPAN KELULUSAN UJIAN SEKOLAH/UJIAN NASIONAL 2014

                                                  SMAN 114 JAKARTA

                                          TAHUN PELAJARAN 2013/2014

 

NO NOMO UJIAN  NAMA 
PROGRAM DINYATAKAN
1  02-007-001-8    ARIRATUL BARIAH IPA LULUS
2  02-007-002-7  AYU PERMATA SARI IPA LULUS
3  02-007-003-6  BUNGA RANTI IPA LULUS
4  02-007-004-5  DINI LARASSATI ANINDITA IPA LULUS
5  02-007-005-4  DWI RAHMAWATI IPA LULUS
6  02-007-006-3  FAKRI TRI INTANI IPA LULUS
7  02-007-007-2  FITRAH ARLIANA IPA LULUS
8  02-007-008-9  GABRIEL IPA LULUS
9  02-007-009-8  GANI AYU MUMPUNI IPA LULUS
10  02-007-010-7  IIS IRMAWATI IPA LULUS
11  02-007-011-6  KHATERINE MALEVA IPA LULUS
12  02-007-012-5  MASHIKAH RASYID IPA LULUS
13  02-007-013-4  MAYESTI IPA LULUS
14  02-007-014-3  NADIA OKTAVIANTI IPA LULUS
15  02-007-015-2  NURLAELATUL QADAR IPA LULUS
16  02-007-016-9  PARLI IPA LULUS
17  02-007-017-8  PURWANTINI IPA LULUS
18  02-007-018-7  RIKA RATNA DEWI IPA LULUS
19  02-007-019-6  RYAN PRATAMA KUDATO IPA LULUS
20  02-007-020-5  SAIFUL ICHSAN IPA LULUS
21  02-007-021-4  SERLY IPA LULUS
22  02-007-022-3  SITI KHOIRIYAH IPA LULUS
23  02-007-023-2  USWATUN HANIFAH IPA LULUS
24  02-007-024-9  YUDA PRAKOSO IPA LULUS
25  02-007-025-8  ZULFA IPA LULUS
26  02-007-026-7  ANDINI MEGA TIARA IPA LULUS
27  02-007-027-6  AYU NILAM SARI IPA LULUS
28  02-007-028-5  BELLA SALSABILLA IPA LULUS
29  02-007-029-4  DEWI ANJANI IPA LULUS
30  02-007-030-3  DINI NUR SOFYAH IPA LULUS
31  02-007-031-2  EVA KHAIRUNNISA IPA LULUS
32  02-007-032-9  FEBRY HERIYANTO IPA LULUS
33  02-007-033-8  FIDIA NUR ISLAMI IPA LULUS
34  02-007-034-7  FIRDA MUFRIHA IPA LULUS
35  02-007-035-6  HANI SOBIHA IPA LULUS
36  02-007-036-5  IRMA MARLIANA IPA LULUS
37  02-007-037-4  MAIDHA ARAFAH IPA LULUS
38  02-007-038-3  MARCE ANGGUN LESTARI IPA LULUS
39  02-007-039-2  MURNI ALFIYANI IPA LULUS
40  02-007-040-9  NURUL ROMADHONI IPA LULUS
41  02-007-041-8  OKTAVIANA DIAN INDRAWAT IPA LULUS
42  02-007-042-7  OKTAVIANI SUTRANINGSIH IPA LULUS
43  02-007-043-6  POETRI FEBRIANTI IPA LULUS
44  02-007-044-5  RIFKA AYU NUR WULANDARI IPA LULUS
45  02-007-045-4  RIYANTI IPA LULUS
46  02-007-046-3  SEPTIANA DEWI IPA LULUS
47  02-007-047-2  SRI WAHYUNI IPA LULUS
48  02-007-048-9  SUCI HARIANI IPA LULUS
49  02-007-049-8  SUSANTO IPA LULUS
50  02-007-050-7  ZICO HERZIVO IPA LULUS
51  02-007-051-6  ADRIAN AHMAD VACHROJI IPS LULUS
52  02-007-052-5  AISYAH VIRGINIA IPS LULUS
53  02-007-053-4  ANANG DWI JULIANTO IPS LULUS
54  02-007-054-3  BUKHORI ALHADI IPS LULUS
55  02-007-055-2  DERTIYANA SARI IPS LULUS
56  02-007-056-9  DWI YULISTIANI IPS LULUS
57  02-007-057-7  FAHRUL RAMADHAN IPS LULUS
58  02-007-058-7  FIRMAN FAJAR NOVANI IPS LULUS
59  02-007-059-7  GABYYOLA ANNISA IPS LULUS
60  02-007-060-7  HALIMATU SADIYAH IPS LULUS
61  02-007-061-7  HELMI AQMALIA IPS LULUS
62  02-007-062-7  INTAN IPS LULUS
63  02-007-063-7  IZMI MUALLIMAH IPS LULUS
64  02-007-064-7  LALA FAUZIAH IPS LULUS
65  02-007-065-8  LISA APSARI IPS LULUS
66  02-007-066-7  LISDAYANA INDRIANI IPS LULUS
67  02-007-067-6  M ABIL BAIHAQI IPS LULUS
68  02-007-068-5  MARSHEL ULY IPS LULUS
69  02-007-069-4  MERINDA HENDRAWAN IPS LULUS
70  02-007-070-3  MIRNA NOVIANA IPS LULUS
71  02-007-071-2  MITA YUNITA IPS LULUS
72  02-007-072-9  MOHAMAD DWI ADITYA Y.B IPS LULUS
73  02-007-073-8  MOHAMAD HANIF K IPS LULUS
74  02-007-074-7  NORA NURRISKA SUPIS IPS LULUS
75  02-007-075-6  PUJI ASTUTI IPS LULUS
76  02-007-076-5  RANNY DWI HARDIYANTI IPS LULUS
77  02-007-077-4  RIRIN JULIANI TASRIPIN IPS TIDAK LULUS
78  02-007-078-3  RIZKI KURNIAWAN IPS LULUS
79  02-007-079-2  SITI ROHIMAH IPS LULUS
80  02-007-080-9  SUGIARTI IPS LULUS
81  02-007-081-8  UKI HALIMATUSYADIAH IPS LULUS
82  02-007-082-7  UTARI DWI SETYONINGRUM IPS LULUS
83  02-007-083-6  YONGGI GOHAN IPS LULUS
84  02-007-084-5  AHMAD JUNAIDI IPS LULUS
85  02-007-085-4  AINULFIAH ANGGRAENI IPS LULUS
86  02-007-086-3  AMRAN TRI ATMOKO IPS LULUS
87  02-007-087-2  ANDY MIA MEYRIYATI IPS LULUS
88  02-007-088-9  BUNGA ANGGRAINI IPS LULUS
89  02-007-089-2  DESARA TAMARA IPS LULUS
90  02-007-090-7  DIAN ASTUTI IPS LULUS
91  02-007-091-6  EKO PRASETYO IPS LULUS
92  02-007-092-5  FURQON AHMAD BASYAR IPS LULUS
93  02-007-093-4  INDRIYANI NUR AZIZAH IPS LULUS
94  02-007-094-3  INTAN NURCAHYANI IPS LULUS
95  02-007-095-2  ISLAMIYAH IPS LULUS
96  02-007-096-9  JULITA RAHMAWATI IPS LULUS
97  02-007-097-8  MIRA DELINA IPS LULUS
98  02-007-098-7  MOCHAMMAD HASANUDIN IPS LULUS
99  02-007-099-6  MOHAMAD IKHSAN RIFAI IPS LULUS
100  02-007-100-5  MUHAMMAD RIZKY NUR B IPS LULUS
101  02-007-101-4  NADIAH NOVIYANTI IPS LULUS
102  02-007-102-3  NASRY TITA ASSYFA IPS LULUS
103  02-007-103-2  NAYLA AZKIA IPS LULUS
104  02-007-104-9  NISYE BETTSIANA IPS LULUS
105  02-007-105-8  NURDIANAH IPS LULUS
106  02-007-106-7  RANTI AJENG ZAHARA IPS LULUS
107  02-007-107-6  REZA KURNIAWAN IPS LULUS
108  02-007-108-5  RIVA ALMAJID IPS LULUS
109  02-007-109-4  RIZKI MELANI IPS LULUS
110  02-007-110-3  RODIATI IPS LULUS
111  02-007-111-2  SANDY RAKA PRAYOGA IPS LULUS
112  02-007-112-9  SEPTIAN HADI PUTRA IPS LULUS
113  02-007-113-8  SRI APRIANI IPS LULUS
114  02-007-114-7  TIA ANGGRAENI IPS LULUS
115  02-007-115-6  WAHYU NINGSIH IPS LULUS
116  02-007-116-5  WAN AUZIA SARAH IPS LULUS

                                                                        Jakarta, 20 Mei 2014

                                                                        Kepala Sekolah,

 

                                                                        Zulhamshah,S,Pd,M.Si

                                                                        NIP.197010011993031002

NB.

1. - Keluarga besar SMAN 114 Jakarta mengucapkan selamat kepada peserta didik yang dinyatakan lulus,

      luapkan kegembiraan kalian dengan cara-cara yang positif (sujud syukur) dan hindari cara-cara yang

      melanggar norma serta hukum yang ada.

2.  - Untuk yang lulus :

      Terus berkomunikasi dengan sekolah untuk agenda lanjutan (cap tiga jari. penyerahan ijazah, raport dll)

3.  - Bagi yang belum berhasil, terimalah dengan kesebaran jangan putus asa, tingkatkan ikhtiarnya, semoga

       lebih berhasil untuk waktu yang akan datang.

More Articles...

Lock full review www.8betting.co.uk 888 Bookmaker